Text Select - Hello Kitty

Kamis, 22 Desember 2016

OPEN ORDEr

Jasa Pembuatan Handmade Kado Ulang Tahun Unik

Ulang tahun merupakan moment yang sangat bermakna bagi kehidupan seseorang.  Mengucapkan selamat ulang tahun dan memberi kado pada seseorang yang spesial saat ulang tahun mungkin menjadi hal yang wajib dilakukan bagi sebagian orang. Di jaman yang semakin modern ini banyak orang yang memilih kado handmade karena keunikannya, apalagi bisa request sesuai dengan keinginan anda.
Salah satu handmade kado ulang tahun unik  adalah scrapframe. scrapframe merupakan bingkai foto yang di hiasi dengan berbagai ornamen-ornamen 3D dan kata-kata yang memiliki arti spesial bagi orang yang spesial pula. Bahan dasar pembuatan scrapframe itu sendiri adalah bingkai foto alias frame, maka dari itu biasa juga disebut dengan Scrapframe 3D.
Berikut ini merupakan beberapasampe scrapframe berdasarkan tema by request :

Hasil gambar untuk SCRAPFRAME TEMA HELLO KITTY

scrapframe tema Doraemon


Hasil gambar untuk SCRAPFRAME TEMA adventure

 scrapframe tema adventure


Sewon-20140310-00544

scrapframe tema barbie

Nah, itu tadi beberapa sampel scrapframe yang bertemakan ulang tahun. Selain dijadikan hadiah ulang tahun untuk pacar, ini juga bisa dijadikan kado ulang tahun untuk orang tua, kakak, adik, saudara, teman, sahabat, kolega atau mungkin bagi yang merasa sebagai secret admirer yang ingin memberikan sesuatu yang spesial untuk pujaan hatinya.
Jadi, jika anda sedang kebingungan mencari hadiah ulang tahun yang sedang tren saat ini maka scrapframe bisa dijadikan salah satu alternatif pilihan untuk hadiah ulang tahun karena keunikkannya, bisa dipajang dan bisa request juga tentunya, harganya pun tidak terlalu mahal alias sesuai kantong.
Bagi anda yang berminat, bisa langsung memesan di tempat kami www.oriscrappalembang.com,
HP : 081345678921
 twitter : oriscrapcorner,
instagram : oriscrap, 

Open Order

Paket Nasi Goreng Mercon




Bagi Anda penggemar nasi goreng bisa mencoba yang satu ini. Paket ini sangat cocok saat mengadakan berbagai event, dengan harga yang sangat terjangkau dan citarasa yang sangat tinggi kami membuat paket lebih lengkap dari berbagai variasi olahan masakan khas rempah-rempah serta sayuran.
Berikut adalah informasi detail Nasi Goreng :

Paket Nasi Goreng Mercon

Harga Rp.20 .000 / Box

  1. Nasi Goreng
  2. Mie Goreng
  3. Ayam crispy
  4. Sambal Tomat
  5. Telor Goreng
  6. Sayur
  7. Kerupuk
  8. Acar
  9. Air Mineral
  10. Sendok


jika anda berminat bisa langsung menghubungi kontak di bawah ini :
hp : 081367434331
line : triiwahyunii00
bbm : 54BD39C9

note : khusus daerah palembang!
          order minimal 2 kotak !



Rabu, 21 Desember 2016

HUKUM OHM DAN HUKUM KIRCHOFF

Hukum Ohm


Hukum Ohm adalah suatu pernyataan bahwa besar arus listrik yang mengalir melalui sebuah penghantar selalu berbanding lurus dengan beda potensial yang diterapkan kepadanya. Sebuah benda penghantar dikatakan mematuhi hukum Ohm apabila nilai resistansinya tidak bergantung terhadap besar dan polaritas beda potensial yang dikenakan kepadanya. Walaupun pernyataan ini tidak selalu berlaku untuk semua jenis penghantar, namun istilah "hukum" tetap digunakan dengan alasan sejarah.
Secara matematis hukum Ohm diekspresikan dengan persamaan


Dimana :

HukumKirchoff I Diketahui I2 = 3 A I3 = 7 A HukumKirchoff I 6 + 3 = 7 + I4 9 = 7 + I4 I4 = 9-7 = 2AHukumKirchoff IIa. RangkaianDenganSatu Loop (ε1 – ε2) + I (R4 + r2 + R3 + r1) = 0 1. Kuatarus yang mengalirmelaluirangkaian 2. Teganganantara ab Misalkitabambilarah loop sepertigambar di bawahini ε3 – ε2 + Îµ1 – I (R1 + R2 + R3) = 0 4 – 2 + 4 – I (15 + 5 + 10) = 0 6 – 30I = 0 30I = 6 I = 6/30 = 1/5 = 0,2 A Vab = ε3 – Îµ2 – I (R3 + R2) (I negatifkarenaberlawanandenganarah I total) Vab = 4-2 – 0,2 (10 + 5) Vab = 2 – 0,2 (15) Vab = 2 – 3 = -1 V Vab = -ε1 + I R1 ( I positifkarenasearahdengan I total) Vab = – 4 +  0,2 (15) Vab = -4 + 3 = -1 V Jaditeganganantaratiti  a dan b (Vab) = -1 V2. RangkaiandenganDua Loop atauLebih
  1. Tentukankuatarus (simboldanarahnya) padasetiappercabangan yang dianggapperlu.
  1. Sederhanakanlahsusunanseri-pararelresisteorjikamemungkinkan.
  2. Tentaukanarahmasing-masing loop
  3. Tulislahpersamaansetiap loop denganmenggunakanhukum II Kirchoff.
  4. TulislahpersamaanarusuntuktiaptitikpercabangandenganmenggunakanhukumKirchoff.
pada e-f-c-b → I2

pada eb → I1


dengan hukum kirchoff I


dengan hukum kirchoff II


Loop I

-ε1 + I(r1+R1)  + I1(R2) = 0  (ada dua arus pada loop I)
ε2 – I1.R2 + I2 (r3 + R2) = 0 (ada dua arus pada loop 2, I1 berlawanan dengan arah loop)
ε2 = 8 V           R2 = 6 ohm
ε3 = 10 V         R3 = 6 ohm
Kita buaharah loop danarussepertitampakgambar di bawahini
-16  – 8 + I1.6 + I. 12 = 0
-24 + 6I1 + 12 I = 0
6I1 + 12I = 24
I1 + 2I = 4 …… (ketemupersamaan I)
8 + 10 – I1.6 + I2.6 = 0
18 – 6I1+ 6I2 = 0
-6I1+ 6I2 = = 18
-6(I1- I2) = 18
I1- I2 = -3 …..(ketemupersamaan II)
Kita masukkannilai I = -3 A padapersamaan I
I1 + 2(-) = 24
6I1 – 36 = 24
6I1 = -12
I1 = -2




Hukum Kirchhoff

Hukum Kirchoff merupakan salah satu hukum dalam ilmu Elektronika yang berfungsi untuk menganalisis arus dan tegangan dalam rangkaian. Hukum Kirchoff pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli fisika Jerman yang bernama Gustav Robert Kirchhoff (1824-1887) pada tahun 1845. Hukum Kirchhoff terdiri dari 2 bagian yaitu Hukum Kirchhoff 1 dan Hukum Kirchhoft 2.
Hukum Kirchhoff 1 merupakan Hukum Kirchhoff yang berkaitan dengan dengan arah arus dalam menghadapi titik percabangan. Hukum Kirchhoff 1 ini sering disebut juga dengan Hukum Arus Kirchhoff atau Kirchhoff’s Current Law (KCL).
Bunyi Hukum Kirchhoff 1 adalah sebagai berikut :
“Arus Total yang masuk melalui suatu titik percabangan dalam suatu rangkaian listrik sama dengan arus total yang keluar dari titik percabangan tersebut.”
ΣImasuk = ΣIkeluar
Cobasobathitungperhatikangambar di bawahini. Ada sebuah percabangan arus listrik


Contoh soal:


Perhatikan gambar di atas, padatitik P dari sebuah rangkaian listrikada 4 cabang, 2 cabang masukdan 2 cabangkeluar.Jikadiketahuibesarnya I1 = 6 A, I2 = 3 A, dan I3 = 7 A, tentukan berapa besar nilai dari I4?
Jawab
I1 = 6A
Ditanya I4 = …?
ΣImasuk = ΣIkeluar
I1 + I2 = I3 + I4

Hukum Kirchhoff 2 merupakan Hukum Kirchhoff yang digunakan untuk menganalisis  tegangan (beda potensial) komponen-komponen elektronika pada suatu rangkaian tertutup. Hukum Kirchhoff 2 ini juga dikenal dengan sebutan Hukum Tegangan Kirchhoff atau Kirchhoff’s Voltage Law (KVL).
Bunyi Hukum Kirchhoff 2 adalah sebagai berikut :
“Total Tegangan (beda potensial) pada suatu rangkaian tertutup adalah nol”
Secara sistematis hukum di atas ditulis
Σε + ΣI. R = 0
Jumlah rangkaian tetutup (loop

Dalam hukum kirchoff terdapat metode analisis loop,dan  ada beberapa hal yang harus diperhatikan:


dalam rangkaian dengan satu loop, kuatarus yang mengalir adalah sama yaitu sebesar I. Jika  rangkaian di atas membuat loop a-b-c-d maka sesuai hukum kirchoff II berlaku persamaan
Σε + ΣI. R = 0
ContohSoal

Kemudiantentukan:
1. Kuatarus yang mengalir melalui rangkaian
2. Tegangan antara ab
Jawab:

a. Misalkan arah kuat arus kita anggap dulu berlawanan dengan arah loop
Σε + ΣI. R = 0
b. Tegangan antar a dan b (Vab)
Jika melalui jalur adcb (panjang)
Jika melalui jalur ab (pendek)
Pada rangkaian dengan dua loop atau lebih secara prinsip dapat depecahhkan seperti pada rangkaian satu loop, hanya perlu perhatikan kuat arus pada setiap percabangannya. Berikut langkah-langkah yang bisa ditempuh:
Perhatikan gambar di bawahini


Tentukan Arah danSimbol KuatArus
pada b-a-d-e → I 
Kita lihat dititik b ata u c (silahkandipilh)
I = I1 + I2
Kita lihat masing-masing loop
Loop II

Perhatikan Gambar di atas, Diketahui
ε1 = 16 V          R1 = 12 ohm
Berapa kuatarus yang melalui R2?


Loop I:
-ε1 – Îµ2 + I1.R2 + I.R1 = 0
Loop II
ε2 + ε3 -I1.R2 + I2.R3 = 0
Karena I = I1 + I2maka I = -3 A
I1 + 2I = 4


Peranan Unsur Sosial Budaya dalam Pengajaran BIPA

Mustakim
Pusat Bahasa Jakarta


1.  Pengantar

Bahasa pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya masyarakat penuturnya karena selain merupakan fenomena sosial, bahasa juga merupakan fenomena budaya.  Sebagai fenomena sosial, bahasa merupakan suatu bentuk perilaku sosial yang digunakan sebagai sarana komunikasi dengan melibatkan sekurang-kurangnya dua orang peserta. Oleh karena itu, berbagai faktor sosial yang berlaku dalam komunikasi, seperti hubungan peran di antara peserta komunikasi, tempat komunikasi berlangsung, tujuan komunikasi, situasi komunikasi, status sosial, pendidikan, usia, dan jenis kelamin peserta komunikasi, juga berpengaruh dalam penggunaan bahasa.
Sementara itu, sebagai fenomena budaya, bahasa selain merupakan salah satu unsur budaya, juga merupakan sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai budaya masyarakat penuturnya. Atas dasar itu, pemahaman terhadap unsur-unsur budaya suatu masyarakat--di samping terhadap berbagai unsur sosial yang telah disebutkan di atas--merupakan hal yang sangat penting dalam mempelajari suatu bahasa. Hal yang sama berlaku pula bagi bahasa Indonesia. Oleh karena itu, mempelajari bahasa Indonesia--lebih-lebih lagi bagi para penutur asing--berarti pula mempelajari dan menghayati perilaku dan tata nilai sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.
Kenyataan tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pengajaran bahasa, sudah semestinya pengajar tidak terjebak pada pengutamaan materi yang berkenaan dengan aspek-aspek kebahasaan semata, tanpa melibatkan berbagai aspek sosial budaya yang melatari penggunaan bahasa. Dalam hal ini, jika pengajaran bahasa itu hanya dititikberatkan pada penguasaan aspek-aspek kebahasaan semata, hasilnya tentu hanya akan melahirkan siswa yang mampu menguasai materi, tetapi tidak mampu berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya. Pengajaran bahasa yang demikian tentu tidak dapat dikatakan berhasil, lebih-lebih jika diukur dengan pendekatan komunikatif. Dengan perkataan lain, kemampuan berkomunikasi secara baik dan benar itu mensyaratkan adanya penguasaan terhadap aspek-aspek kebahasaan dan juga pengetahuan terhadap aspek-aspek sosial budaya yang menjadi konteks penggunaan bahasa.
Sayangnya, sejauh ini belum diketahui secara pasti sejauh mana pengetahuan tentang aspek-aspek sosial budaya itu diterapkan di dalam buku-buku ajar BIPA. Kecuali itu, juga belum diketahui unsur-unsur sosial budaya apa yang perlu diajarkan pada peserta BIPA. Padahal, pengetahuan tentang berbagai aspek sosial budaya itu sangat penting bagi para pembelajar BIPA. Untuk melengkapi pengetahuan itulah, makalah ini akan memaparkan hasil penelitian terhadap sejumlah buku BIPA, baik yang digunakan di dalam maupun di luar negeri. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang aspek-aspek sosial budaya itu diterapkan di dalam buku-buku ajar BIPA. Kecuali itu, akan dipaparkan pula aspek-aspek sosial budaya apa saja yang perlu diketahui oleh para pembelajar BIPA.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini didasari oleh konsep dasar teoretis yang memandang bahwa belajar berbahasa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Belajar berkomunikasi berarti belajar bagaimana cara menyampaikan pesan dari satu pihak kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa. Untuk itu, agar komunikasi yang dilakukan dapat berlangsung secara efektif dan efisien, dalam arti baik dan benar, pembelajar bahasa selain perlu memiliki pengetahuan tentang kaidah bahasa, seperti tata bahasa, sistem bunyi, dan leksikon, juga perlu mengetahui berbagai aspek sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat yang bahasanya dipelajari. Dengan perkataan lain, kemampuan berkomunikasi secara baik dan benar itu dapat dicapai jika pembelajar memiliki kompetensi komunikatif.
Berbagai pendapat, seperti yang dikemukakan oleh Hymes (1971), Canale dan Swain (1980), Saville-Troike (1982:25), Canale (1983), Bachman (1990), menyiratkan kesamaan pandangan bahwa kompetensi komunikatif tidak hanya mencakup pengetahuan tentang bahasa, tetapi juga  mencakup kemampuan menggunakan bahasa itu sesuai dengan konteks sosial budayanya. Jadi, kompetensi komunikatif itu tidak hanya berisi pengetahuan tentang masalah kegramatikalan suatu ujaran, tetapi juga berisi pengetahuan tentang patut atau tidaknya suatu ujaran itu digunakan menurut status penutur dan pendengar, ruang dan waktu pembicaraan, derajat keformalan, medium yang digunakan, pokok pembicaraan, dan ranah yang melingkupi situasi pembicaraan itu.
Pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa faktor-faktor sosial budaya yang menjadi konteks penggunaan bahasa merupakan hal yang perlu diketahui oleh para pembelajar bahasa agar mereka dapat berkomunikasi secara baik dan benar dalam situasi yang sebenarnya.

2.  Aspek-Aspek Sosial Budaya
Sesuai dengan hasil kajian yang telah dilakukan, konsep mengenai aspek-aspek sosial budaya--meskipun batas-batasnya tidak tegas benar--dapat dibedakan ke dalam aspek-aspek sosial dan aspek-aspek budaya. Berkenaan dengan hal itu, konsep mengenai aspek-aspek sosial yang dimaksud, antara lain, sebagai berikut.

(1)    Tempat komunikasi berlangsung
(2)    Tujuan komunikasi
(3)    Peserta komunikasi, yang meliputi status sosial, pendidikan, usia, dan jenis kelaminnya
(4)    Hubungan peran dan hubungan sosial di antara peserta komunikasi, termasuk relasi, ada-tidaknya hubungan kekerabatan, dan tingkat keakraban peserta komunikasi
(5)    Topik  pembicaraan
(6)    Situasi komunikasi
(7)    Waktu berlangsungnya komunikasi
(8)    Domain atau ranah pembicaraan
(9)    Sarana komunikasi yang digunakan
(10)  Ragam bahasa atau variasi bahasa
(11)  Penggunaan sistem sapaan
(12)  Peristiwa tutur (misalnya kuliah, pesta ulang tahun, upacara perkawinan,                      dsb.)

Agak berbeda dengan itu,  aspek-aspek budaya yang diharapkan ada di dalam buku-buku bahan ajar BIPA adalah sebagai berikut.

(1)    Benda-benda budaya (artifact)
(2)    Gerak-gerik anggota badan (kinesics)
(3)    Jarak fisik ketika berkomunikasi (proxemics)
(4)    Kontak pandangan mata ketika berkomunikasi
(5)    Penyentuhan (kinesthesics)
(6)    Adat-istiadat atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat
(7)    Sistem nilai yang berlaku di masyarakat
(8)    Sistem religi yang dianut masyarakat
(9)    Mata pencarian penduduk
(10) Kesenian
(11) Pemanfaatan waktu
(12) Cara berdiri, cara duduk, dan cara menghormati orang lain
(13) Keramah-tamahan, tegur sapa, dan basa-basi
(14) Pujian
(15) Hal-hal yang tabu dan pantang
(16) Gotong royong dan tolong-menolong
(17) Sopan santun, termasuk penggunaan eufemisme

3.  Penerapannya di dalam Buku BIPA
Sesuai dengan data yang diperoleh, dapat dikemukakan bahwa belum semua buku bahan ajar BIPA menyajikan materi atau informasi tentang aspek-aspek sosial budaya masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dari 43 judul buku BIPA yang diamati, ternyata yang menyajikan materi tentang aspek-aspek sosial budaya masyarakat Indonesia hanya 24 buah atau 56%. Sisanya, sebanyak 19 judul buku atau 44% tidak menyajikan materi tersebut.
Meskipun demikian, dari 19 judul buku BIPA yang tidak menyajikan materi sosial budaya itu, 8 judul di antaranya (42%), atau 19% dari jumlah seluruh buku, tetap menyajikan informasi tentang aspek-aspek sosial budaya itu. Hanya saja, penyajiannya itu terbatas pada teks-teks bacaan saja. Selebihnya, 11 judul buku yang lain (58%), atau 26% dari jumlah seluruh buku, sama sekali tidak menyinggung masalah sosial budaya yang berlaku di dalam masyarakat Indonesia.
Pencantuman materi tentang aspek-aspek sosial budaya masyarakat Indonesia di dalam buku-buku tersebut, kecuali dalam buku Spoken Indonesian: A Course in Indonesian National Language  yang ditulis Edmund A. Anderson, hampir seluruhnya tidak diintegrasikan di dalam teks materi ajar. Pencantuman itu umumnya hanya dilakukan di dalam tajuk Catatan Budaya, sedangkan dalam beberapa buku yang lain pencantumannya di dalam tajuk Keterangan. Kenyataan itu menunjukkan bahwa materi tentang aspek-aspek sosial budaya--oleh para penulis buku BIPA--hanya dianggap sebagai pelengkap. Jadi, materi itu belum dipandang sebagai bagian yang penting di dalam pengajaran BIPA. Padahal, tanpa pengetahuan mengenai aspek-aspek sosial budaya itu mustahil pembelajar BIPA dapat berkomunikasi secara baik dan benar dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Kenyataan tersebut memang patut disayangkan. Meskipun demikian, hal itu masih lebih baik daripada tidak mencantumkan informasi tentang aspek-aspek sosial budaya sama sekali. Paling tidak, meskipun hanya dicantumkan di dalam tajuk Catatan Budaya atau pun Keterangan, hal itu dapat mengingatkan para pengajar BIPA  bahwa materi tentang aspek-aspek sosial budaya itu perlu disampaikan kepada para pembelajar BIPA agar mereka mengenal masalah-masalah sosial budaya Indonesia. Dengan pengenalan itu, diharapkan mereka dapat berkomunikasi secara baik dan benar dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Berbeda dengan buku-buku BIPA yang lain, dalam buku Edmund Anderson yang berjudul Spoken Indonesian: A Course in Indonesian National Language (1996), aspek-aspek sosial budaya masyarakat Indonesia dicantumkan secara eksplisit sebagai materi ajar yang utama. Di dalam buku itu, informasi tentang aspek-aspek sosial budaya yang dicantumkan meliputi jarak sosial (saling kenal atau tidaknya para peserta  komunikasi), jenis kelamin, usia, status sosial, dan hubungan kekeluargaan di antara para peserta komunikasi. Beberapa aspek sosial tersebut dianggap sebagai penentu yang penting dalam berkomunikasi dengan orang lain, terutama dalam memilih bentuk-bentuk ujaran yang sesuai dengan konteksnya, baik yang berupa konteks sosial maupun konteks budayanya.
Di samping hal tersebut, di dalam buku Anderson itu diberikan pula gambaran tentang situasi yang menentukan ragam bahasa, dan juga lokasi pembicaraan, seperti di kantor pos, di rumah, di restoran, dan di pasar. Informasi tersebut selain dicantumkan sebagai materi pelajaran, juga disertai pula dengan contoh-contoh penggunaannya. Bahkan, pembahasan mengenai hal itu dicantumkan di dalam bab tersendiri.

3.1  Aspek-Aspek Sosial di dalam Buku BIPA
Sebagaimana yang telah disebutkan pada Butir (2) di atas, aspek-aspek sosial yang mempengaruhi penggunaan bahasa ada dua belas jenis. Apakah seluruh aspek itu sudah dicantumkan sebagai materi ajar di dalam buku-buku BIPA? Untuk menjawab hal itu, uraian  berikut ini didasarkan  pada  sejumlah  data  yang  telah  diperoleh dalam penelitian ini.

Dari 24 buku BIPA yang mencantumkan informasi tentang aspek-aspek sosial budaya, ternyata aspek-aspek sosial itu hanya tercantum di dalam 16 judul buku.
Dari ke-16 buku BIPA tersebut, aspek-aspek sosial dalam berkomunikasi yang dicantumkan ternyata sebagian besar hampir sama karena umumnya aspek-aspek itu berupa  penggunaan bentuk-bentuk sapaan atau sistem sapaan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara lebih eksplisit, dari 12 aspek sosial yang diharapkan ada, ternyata hanya 7 aspek yang terdapat di dalam buku-buku BIPA yang diteliti. Hal itu berarti, ada lima aspek lain yang belum tercantum di dalam buku-buku BIPA yang diteliti itu.
Ketujuh aspek sosial yang terdapat dalam buku-buku BIPA yang diteliti itu adalah sebagai berikut.
1.      Tempat komunikasi berlangsung
2.      Peserta komunikasi
3.      Hubungan peran atau hubungan sosial di antara peserta komunikasi
4.      Topik pembicaraan
5.      Situasi komunikasi
6.      Ragam bahasa atau variasi bahasa
7.      Penggunaan sistem sapaan

Sementara itu, kelima aspek sosial yang belum tercantum di dalam buku-buku BIPA yang diteliti itu adalah sebagai berikut.
1.      Tujuan komunikasi
2.      Waktu berlangsungnya komunikasi
3.      Ranah atau domain komunikasi
4.      Sarana komunikasi yang digunakan
5.      Peristiwa tutur

3.2  Aspek-Aspek Budaya di dalam Buku BIPA
Seperti yang telah dikemukakan pada Butir (2) di atas, aspek-aspek budaya yang diharapkan ada di dalam buku-buku BIPA berjumlah 17 jenis. Realisasinya, dari 43 judul buku BIPA yang diamati, ternyata yang menyajikan materi tentang aspek-aspek sosial budaya  hanya 24 judul buku.  Namun, apakah ke-24 buku itu juga seluruhnya menyajikan aspek-aspek budaya? Setelah dicermati, ternyata dari ke-24 buku itu, seluruhnya menyajikan materi tentang aspek-aspek budaya.
Dalam ke-24 buku BIPA tersebut, aspek-aspek budaya yang dicantumkan ternyata sebagian besar berupa benda-benda budaya, kesenian, dan adat-istiadat. Kecuali itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 17 aspek budaya yang diharapkan ada, ternyata hanya 12 aspek yang terdapat dalam buku-buku BIPA yang diteliti. Hal itu berarti, ada lima aspek lain yang tidak dicantumkan di dalam buku-buku BIPA yang diamati.
Kedua belas aspek budaya yang terdapat di dalam buku-buku BIPA yang diteliti adalah sebagai berikut.
(1)    Benda-benda budaya (artifact)
(2)    Gerak-gerik anggota badan (kinesics)
(3)    adat-istiadat atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat
(4)    Sistem nilai yang berlaku di masyarakat
(5)    Sistem religi yang dianut masyarakat
(6)    Mata pencarian penduduk
(7)    Kesenian
(8)    Pemanfaatan waktu
(9)    Cara berdiri, cara duduk, dan cara menghormati orang lain
(10) Sopan santun, termasuk penggunaan eufemisme
(11) Gotong royong dan tolong-menolong
(12) Ramah tamah, tegur sapa, basa-basi

Sementara itu, kelima aspek budaya yang tidak tercantum di dalam buku-buku BIPA yang diteliti adalah sebagai berikut.
(1)    Jarak fisik ketika berkomunikasi (proxemics)
(2)    Kontak pandangan mata ketika berkomunikasi
(3)    Penyentuhan (kinesthesics)
(4)    Pujian
(5)    Hal-hal yang tabu dan pantang

4.  Peranannya dalam Pengajaran BIPA
Aspek-aspek sosial budaya mempunyai peranan yang amat penting dalam pengajaran BIPA. Peranannya itu terutama dapat menghindarkan pembelajar bahasa dari kemungkinan terjadinya benturan budaya (cultural shock) ketika berkomunikasi dengan penutur asli. Kecuali itu, dengan pemahaman terhadap aspek-aspek sosial budaya, pembelajar juga dapat mengetahui apakah unsur-unsur bahasa yang akan digunakannya itu dapat menyinggung perasaan orang lain atau mungkin bertentangan dengan norma-norma sosial budaya yang berlaku di masyarakat atau tidak. Dengan perkataan lain, pemahaman terhadap aspek-aspek sosial budaya itu dapat berperan dalam menanamkan tata krama (unggah-ungguh) pada diri si pembelajar dalam berkomunikasi dengan penutur asli.
Dengan mengetahui tata krama atau unggah-ungguh dalam berkomunikasi itu, pembelajar bahasa dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Di samping itu, pemahaman terhadap aspek-aspek sosial budaya tersebut secara umum juga dapat berperan menambah wawasan pengetahuan dan penghayatan para pembelajar BIPA terhadap berbagai aspek sosial budaya masyarakat Indonesia.

5.  Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, kemampuan berkomunikasi tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan terhadap unsur-unsur kebahasaan, tetapi juga oleh pemahaman terhadap aspek-aspek sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat. Aspek-aspek sosial budaya itu sangat berperan dalam penggunaan bahasa. Oleh karena itu, agar dapat berkomunikasi secara baik dan benar, pembelajar bahasa diharapkan dapat memahami aspek-aspek sosial budaya masyarakat yang bahasanya dipelajari.
Kedua, aspek-aspek sosial budaya yang perlu dipahami itu dapat dipilah ke dalam aspek-aspek sosial dan aspek-aspek budaya. Di dalam buku-buku BIPA yang diteliti, aspek-aspek sosial budaya tersebut ternyata belum sepenuhnya dicantumkan sebagai materi ajar. Hal itu terbukti dari 43 buku yang diteliti, ternyata hanya 24 buku (56%) yang mencantumkan aspek-aspek tersebut. Sisanya, sebanyak 8 buku (19%) hanya mencantumkannya di dalam teks-teks bacaan. Di dalam 11 buku yang lain (26%) aspek-aspek sosial budaya itu sama sekali tidak dicantumkan.
Ketiga, pencantuman aspek-aspek sosial budaya di dalam ke-24 buku BIPA tersebut ternyata belum diintegrasikan ke dalam teks materi ajar. Hal itu terbukti dari pencantuman aspek-aspek tersebut yang hanya di dalam tajuk Catatan Budaya atau pun Keterangan sehingga mengesankan bahwa pencantuman itu hanya sebagai pelengkap. Kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa aspek-aspek sosial budaya itu belum dianggap sebagai bagian yang penting di dalam pengajaran BIPA. Padahal, tanpa pemahaman terhadap aspek-aspek sosial budaya itu mustahil pembelajar bahasa dapat berkomunikasi secara baik dan benar.
Terakhir, pengetahuan tentang aspek-aspek sosial budaya itu mempunyai peranan yang amat penting dalam pengajaran BIPA. Dengan pengetahuan itu, pembelajar bahasa dapat memahami tata krama dalam berbahasa dan dapat menghindarkan diri dari kemungkinan terjadinya benturan budaya (cultural shock).



PUSTAKA ACUAN


Bachman, Lyle F. 1990. Fundamental Considerations in Language Testing. Oxford: Oxford University Press.
Canale, M. dan M. Swain. 1980. "Theoretical Bases of Communicative Approach to Second Language Teaching and Learning". Dalam Applied Linguistics. I.1.
Canale, M. 1983. "From communicative Competence to Communicative Language Pedagogy". Dalam J.C. Richards dan R.Schmidt (Ed.). Language and Communication. London: Longman.
Fishman, Joshua A. 1972. "The Sociology of Language". Dalam P.P. Giglioli (Ed.). Language and Social Context. Harmondworth, Middlesex: Penguin Books.

Fishman, Joshua A. 1976. Reading in the Sociology of Language. The Hague: Mouton.
Hymes, Dell. 1971. "On Communicative Competence". Dalam Pride, J.B. dan Janet Holmes (Ed.). Sociolinguistics. Middlesex: Penguin Books.
Hymes, Dell. 1972. "Models of the Interaction of Language and Social Life". Dalam J.J. Gumperz dan Dell Hymes (Ed.). Directions in the Sociolinguistics. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Hymes, Dell. 1974. Foundations in Sociolinguistics. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.
Koentjaraningrat. 1985. "Persepsi tentang Kebudayaan Nasional". Dalam Alfian (Ed.). Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan. Jakarta: PT Gramedia. Hlm. 99--141.
Sapir, Edward. 1964. Culture, Language, and Personality. Berkeley, Los Angeles: University of California Press.
Saville-troike, M. 1982. The ethnography of Communication. Oxford: Basil Blackwell.